Pahit dan Manisnya Traveling Ke Bali Lewat Darat

img_3191
Sunset Terindah Ada Di Pantai Kuta Bali

“Wah asyik ya bisa jalan-jalan terus”, “fotonya keren”, “jangan lupa oleh-olehnya”. Begitulah contoh beberapa komen di media sosial gue ketika habis upload  pamer foto-foto traveling. Sesungguhnya mereka tidak tahu kalau traveling itu bukan cuma enak tetapi enaaak banget hehehe. Untuk dapet yang enak banget itu, tentulah gue mengalami kejadian-kejadian seru selama perjalanan.

“Traveling bukan tentang tujuan melainkan menikmati perjalanan itu sendiri”.

Gue dan Zee (teman akrab sejak SMA) memutuskan untuk traveling ke Bali lewat darat karena kami memang belum pernah ke Bali dan juga beberapa daerah di pulau Jawa. Karena gue tinggal di Palembang sementara Zee tinggal di Jakarta maka starting point perjalanan kami dimulai dari Jakarta. Kami memadukan berbagai transportasi darat seperti kereta api dan bus untuk menikmati petualangan ke Bali.

img_2916
Stasiun Senen Jakarta Kala Senja

Dibalik foto-foto pamer di media sosial tersimpan pengalaman pahit dan manis selama traveling lewat darat. Pengalaman ini gue tulis di blog agar teman-teman yang berencana untuk traveling tidak kaget jika harus mengalami berbagai kejadian yang pahit ataupun manis selama perjalanan, anggap saja itu vetsin alias MSG yang membuat traveling semakin sedap dan nagih seperti elo yang susah lepas dari makan indomie hehehe.

img_3403
Pose orang yang sudah ketagihan traveling

Pemilihan Rute

Kalau gue memilih rute seperti di bawah ini. Rute tersebut dipilih karena gue belum pernah ke Malang dan Banyuwangi serta gue tuh kangen terus pengen ke Jogja.

Jakarta – Malang – Bali– Banyuwangi – Jogjakarta – Jakarta.

Teman-teman bisa mengatur dan memilih rute-rute lainnya tergantung waktu, minat, kebutuhan dan kepentingan masing-masing. Untuk rute gue diatas dibutuhkan waktu traveling selama 2 minggu.  Jadi pemilihan rute ini sangatlah personal. Gue kasih contoh rute lainnya yang bisa di pilih yaitu: Jakarta – Bandung – Jogja – Semarang – Surabaya – Bali – Malang – Jakarta.

Dari Jakarta ke Malang, kami naik kereta ekonomi Matarmaja yang berangkat sore dari stasiun Senen lalu sampai ke stasiun Malang Kota jam 8 pagi keesokan harinya. Habislah pantat gue dimakan kursi kereta api ekonomi. Di Malang kami akan stay 2 hari untuk menikmati wisata terutama pergi ke kota Batu untuk memetik Apel. Dari Malang perjalanan akan dilanjutkan ke Denpasar dengan naik bus malam lalu menyeberang dari pelabuhan Ketapang Banyuwangi ke pelabuhan Gilimanuk Bali.

Di Bali kami akan menghabiskan waktu di Denpasar dan Ubud selama 5 hari setelah itu pulang menuju Banyuwangi dengan naik bus, perjalanan dilanjutkan ke kota Jogja naik kereta api ekonomi lalu stay di  Jogja sehari, kemudian pulang ke Jakarta naik kereta api ekonomi lagi, lalu gue pulang ke Palembang.

Rencana yang sempurna, sampai saat dijalani tidaklah seindah mimpi, traveling ke Bali yang cuma 2 minggu saja penuh drama apalagi perjalanan dalam pernikahan yang diharapkan seumur hidup #jomblowatibijak

Yang pahit-pahit dulu deh

Menginap di hotel tua dan serem di Malang

Akibat nyari hotel go show jadilah kami dapet hotel M*****A nama yang sama persis dengan nama penyanyi dangdut “Cinta Satu Malam”. Hotel ini gue pilih karena lokasinya strategis dekat dengan alun-alun kota Malang dan masjid Agung Malang plus harganya murah cuma 110 ribu semalam. Gue tidak menyangka jika hotel ini bangunannya tua karena ternyata lokasi lobby dan bangunan hotel terpisah. Lobby dan resepsionis hotel ada di pinggir jalan raya di depan Holland Bakery tetapi hotel tempat kami menginap ada di belakang lobby dengan bangunan terpisah dan lokasinya masuk ke dalam sedikit dari jalan raya. Hotel ini hanya satu lantai, bentuk bangunannya seperti rumah sakit, semua warna bangunan putih, merupakan gedung tua entah bekas gedung apa di masa lalu. Jangan-jangan memang rumah sakit dulunya. Semoga tidak ada suster ngesot di sini.

img_2977
Hotel serem di Malang

Pas masuk ke dalam hotel, kamarnya berbau lembab dan apek, ranjang kayu dengan kasur dan seprai putih yang dingin, lemari dan kursi pun kayu. Masuk ke kemar mandi juga sama, kloset dan bak kamar mandi juga sudah tua dan usang begitu juga ubin di lantainya masih terbuat dari batu yang berwarna coklat. Untunglah di depan lobby hotel tadi ada toko seprai murah, gue sempat membeli seprai sehingga ranjang hotel seprainya berwarna, sumpah mengganti seprai mampu mengubah ruangan sehingga kamar kami tidak seperti kamar di rumah sakit.

Suasana bertambah seram karena Malang hujan terus sehingga suasana hotel menjadi lebih dramatis. Gue emang nggak bisa melihat makhluk halus sih tapi selama tinggal di hotel, tidur gue nggak nyenyak tapi biasanya memang begitu kan kalau tidur di tempat baru pasti belum kerasan.

“Ti-ati ya Pesan hotel go show beresiko dapet hotel serem dan angker”.

Nerakanya Transportasi Darat

Gue kira dari Malang ke Bali itu dekat, rupanya jauh sekali apalagi ditempuh dengan bus meskipun ber-AC. Rasanya tidak sampai-sampai ke Bali. Ternyata jalan raya di Bali sangat jelek kondisinya, kaget rasanya mengingat Bali ini pusat pariwisata Indonesia dan sangat terkenal di mancanegara. Kalau ditanya asal sama bule, lalu gue jawab dari Indonesia pada banyak yang nggak tahu tapi kalau bilang Bali mereka tahu, tapi sungguh terlalu jika jalanan di Bali tidak sesuai dengan citra pariwisatanya.

Pulang dari Bali naik bus ekonomi justru menambah penderitaan, sudah jalan jelek, kondisi bus butut ditambah penumpang dijejalkan masuk pakai bangku tembak di tengah membuat gue merasa seperti hewan ternak.

img_3365
Bus Ekonomi Denpasar-Malang

Kondisi terminal di Bali juga membuat gue mengelus dada, dada sendiri. Terminal Ubung di kota Denpasar kotor dan semrawut. Sebenarnya ada terminal yang lebih bagus kondisinya karena baru dibangun yaitu terminal Mengwi tapi lokasinya jauh sekitar 45 menit dari kota Denpasar dan keadaanya sepi. Bus-bus lebih senang mangkal di terminal Ubung.

Angkot di Denpasar sudah langka alias sedikit sekali jumlahnya, kebanyakan penduduk maupun turis menggunakan sepeda motor. Kami berdua harus menunggu sekitar satu jam di dalam angkot menunggu penumpang penuh dari terminal Ubung ke pusat kota Denpasar.

img_3339
Kondisi Angkot di Gianyar

Hayati sungguh lelah bang Zainuddin. Karena kami tidak bisa mengendarai motor, tidak punya SIM dan nggak ngerti jalan akhirnya kami tidak menyewa motor untuk mengeksplore Bali, kami hanya mengandalkan naik bis trans Serbagita (busway) yang terbatas rutenya, angkot dan taxi.

img_3345
Bus Trans Serbagita di Denpasar

Terjebak macet di Kuta dan di Ubud

Liburan ke Bali pas peak season saat libur natal dan tahun baru adalah kesalahan fatal, daerah Kuta dan Legian macet parah di malam hari terutama pas weekend. Gue dan Zee terjebak macet tidak bisa keluar dari area Kuta dan Legian, untunglah kami bertemu tukang ojek yang bersedia mengantar kami menuju toko oleh-oleh Krisna Bali dengan menembus kemacetan melewati gang-gang yang juga jadi macet karena pengendara motor juga mencari jalan tikus untuk keluar dari Kuta.

img_3218
Keramaian pawai ogoh-ogoh

Sementara di Ubud kami juga terjebak macet saat ada perayaan pawai Ogoh-Ogoh dimana masyarakat Ubud memakai baju putih-putih memenuhi jalan sambil membawa Ogoh-Ogoh membuat jalan raya tidak bisa dilewati kendaraan. Terjebak macet saat tubuh sangat lelah membuat gue frustrasi dan pengen nangis karena gue ingin segera sampai ke guesthouse untuk istirahat.

“Jangan ke Denpasar pas musim liburan, sering macet oleh motor yang rame banget di jalan-jalan area turis”

Melihat adegan mesum di atas kapal

Di bus yang kami naiki dari Malang ke Bali ini terdapat pasangan cewek Indonesia dan bule yang masih sama-sama muda, mereka membuat gerah penumpang di bus karena asyik bermesraan. Bus memasuki pelabuhan Ketapang Banyuwangi lalu masuk ke dalam kapal ferry yang akan menyeberang ke pelabuhan Gilimanuk Bali.  Semua penumpang turun dari bus dan masuk ke dalam kapal. Kami mulai mencari lapak yang enak buat duduk dan ngobrol. Karena semua sisi kapal sudah penuh orang, gue dan Zee memutuskan naik ke bagian paling atas di dek kapal, di sini relatif sepi orang sehingga lebih leluasa melihat pemandangan malam dengan lampu-lampu berkilauan dan hembusan angin laut yang kuat dan dingin.

img_3135
Setelah Pagi Ini Penampakan Dari Dek Kapal Paling Atas

Tiba-tiba mata gue melihat sesuatu di pojokan kapal yang sangat gelap, sesuatu yang bergerak-gerak ditutupi kain sarung, lalu gue dan Zee memperhatikan itu apaan. Hembusan angin laut yang kencang menyingkap sesuatu di balik sarung, rupanya mbak Indonesia dan mas bule melanjutkan kegiatan yang belum tuntas di dalam bus tadi. Tega banget si mbak dan mas bule ini, mereka tidak ada rasa perikejombloan terhadap yang jomblo-jomblo ini, kok ya nggak ngajak-ngajak gitu bermesraanya. Sementara itu Zee mengucap istighfar berkali-kali. Akhirnya dua sejoli itu pindah mencari lapak ke tempat lain karena dek kapal paling atas ini mulai didatangi banyak penumpang.

Di atas kapal ferry ini untuk pertama kalinya gue merasa malu menjadi perempuan Indonesia. Ah Itu cuma oknum, gue coba menghibur diri.

“Bermesraan perhatikan tempat, kasihanilah para jomblo”

Diskriminasi di Guesthouse

Di Kuta gue menginap di guesthouse di Poppies Lane (area backpacker) di Denpasar dimana banyak terdapat penginapan murah. Gue lupa nama guesthouse tempat gue menginap, yang gue inget guesthouse tersebut berada di dalam gang dan memiliki kolam renang. Karyawan di guesthouse ini telah melakukan tindakan diskriminasi terhadap gue dan Zee yang merupakan wisatawan lokal. Sarapan akan diantar di pagi hari dan diletakkan di atas meja teras kamar tamu, begitulah aturannya. Tapi sampai jam 9 pagi sarapan kami belum diantar, lalu gue melihat ke teras kamar-kamar yang lain sudah diantar bahkan sudah habis isinya. Gue melihat bule-bule sudah asyik berenang di kolam sambil menikmati sarapan mereka.

Gue telpon dong resepsionis guesthouse menanyakan sarapan gue dan komplain mengapa belum diantar, gue sabar menunggu sampai satu jam berikutnya sarapan gue tetap belum diantar juga. Akhirnya gue datang ke resepsionis dan meminta jatah sarapan gue dan Zee, baru deh karyawannya bergerak untuk membuatkan kami sarapan saat itu juga karena sarapannya sudah habis yang terdiri dari roti tawar dengan selai, air teh dan 2 potong buah semangka #bangkebanget.

Gue bukan marah perkara sarapannya karena gue bisa beli di tempat lain tapi perbedaan perlakuan antara kami yang turis lokal dengan turis-turis bule yang lain yang membuat gue sakit hati dan murka, padahal kami membayar harga yang sama untuk kamar yang kami pesan. Bagaimana bisa kepada saudara sebangsa kok perilakunya diskriminatif begitu. Gue sumpahin tuh guesthouse bangkrut.

Kalau ke Bali dandan ala bule aja

Belanja bikin nelangsa

Di Denpasar ini hobi gue belanja yang impulsif alias tanpa pikir panjang kambuh saat mengunjungi pusat oleh-oleh Krisna Bali, melihat barang-barang yang lucu dengan harga murah membuat gue kalap untuk borong, setelah sampai guesthouse gue nyesel. Perjalanan masih panjang, sementara kami cuma membawa backpack, nggak mungkin bawa kantong belanja oleh-oleh yang berat. Akhirnya gue memutuskan untuk mengirim paket oleh-oleh tersebut melalui JNE atau Tiki gue lupa, harga mengirim paket tersebut sebesar 200 ribu rupiah lebih. Sungguh harga fantastis, setengah harga dari oleh-oleh yang gue beli. Tambah nelangsa jadinya saat belanja dan tahu harga barang-barang di pasar Sukowati Gianyar lebih murah dari Krisna. Kalau sudah begini sesalpun tiada guna.

“Lebih baik nyesel belanja daripada nyesel nggak belanja” itu sudah prinsip kisanak

Dimana sawahnya?

Gue belanja di minimarket di Ubud lalu melihat susunan postcard yang dijual. Gue membeli beberapa postcard sebagai suvenir kemudian bertanya dengan salah satu penduduk lokal yang sedang belanja dimana letak sawah indah yang gue lihat di postcard dengan tulisan Sayan Ubud. Lelaki yang gue tanya memberikan jawaban mengejutkan kalau sawah indah tersebut sudah tidak ada berganti dengan resort-resort yang dibangun di sana. Sayang sekali sawah cantik tersebut harus kalah dengan kepentingan bisnis properti.

Persahabatan nyaris bubar

Bersahabat selama 13 tahun tidak menjamin gue dan Zee saling memahami satu sama lain, apalagi karakter kami sangat bertolak belakang. Benarlah kiranya jika traveling mampu membuka cangkang dan kulit kami sedalam-dalamnya sehingga kami mampu melihat diri kami dalam wujud seasli-aslinya. Gabungan rasa capek, lelah, ego dan suasana hati membuat masing-masing dari kami sensitif dan terpancing emosi.

Hanya kesabaranlah yang membuat kami bisa bertahan untuk menyelesaikan traveling ini sampai akhir meskipun akhirnya kami sadar kalau kami bukan travel mate yang cocok dan juga berbeda mindset. Hmm sebenarnya mindset beda itu biasa cuma harus open minded menyikapi perbedaan.

“Sahabat akrabmu atau sobat terbaikmu belum tentu cocok untuk jadi teman traveling, kualitas persahabatan juga tidak ditentukan oleh lamanya waktu”

Malam Tahun Baru Kelabu

Akhir tahun kami habiskan di Ubud yang lebih tenang dibandingkan Denpasar. Malam tahun baru Ubud diguyur hujan meskipun tidak deras tapi sukses membuat kami cuma mengurung diri di kamar guesthouse. Zee menghabiskan waktu dengan nonton drama korea secara streaming di internet sementara gue sebenarnya pengen nongkrong di cafe-cafe cakep yang banyak bertebaran di Ubud untuk bergaul dan ngobrol dengan turis-turis ataupun traveler-traveler lain tapi nongkrong di cafe bukanlah option yang bisa diterima oleh Zee.

Gue kecewa karena perjalanan ke Bali ini tidaklah mudah dan murah, sayang rasanya kalau tidak menikmati atmosfer kemeriahan malam tahun baru bersama traveler lain ataupun penduduk lokal. Bunyi kembang api berdentum-dentum tepat jam 00 pagi diantara rintik-rintik hujan di awal Januari.

Yang manis-manisnya

Yang pahit-pahit sudah, sekarang cerita yang manis-manisnya biar semangat traveling. Sebenernya pahit dan manis ini sifatnya relatif, bisa jadi yang pahit menurut gue biasa saja bagi orang lain sebaliknya yang biasa bagi orang lain berasa manis menurut gue.

Mencoba Kuliner Yang Enak-Enak

Selama traveling dari Jakarta ke Bali lewat darat gue berkesempatan menikmati berbagai kuliner dan jajanan yang bermacam-macam sampai badan gue tambah bulet saja sepulang traveling. Di daerah Jawa harga makanan murah-murah dan rasanya enak-enak. Sementara di Bali gue mengandalkan makan nasi Padang dan pecel lele karena halal, enak dan harganya terjangkau. Kuliner yang melekat di hati yaitu makan bakso Malang di Malang dan makan gelato pertama kali di Ubud.

img_3400
Jajanan yang murah dan enak di Jogja
img_3371
Pecel dan lauk pauk di depan pasar Beringharjo

Ditraktir temen lama dan dikasih angpau

Gue punya temen kuliah yang kerja dan tinggal di Malang, kami sudah lama tidak bertemu. Dia tahu gue sedang traveling ke Malang lewat media sosial sehingga dia menghubungi gue dan mengajak makan di restoran, sesudah di traktir gue dikasih salam tempel alias angpau. Gue sudah menolak tapi nggak enak juga di restoran banyak yang lihat kalau gue dan temen gue saling balik-balikin angpau, terpaksa diterima jadinya #ngeles hehehe. Malaikat ada dimana saja, dikirim oleh Tuhan untuk menolong para musafir.

“Traveling membuatmu bertemu keajaiban, malaikat-malaikat penolong yang dikirim Tuhan, jadi jangan takut, Tuhan bersama para musafir”

Melihat sunset terindah di pantai Kuta

Pantai Kuta memang sudah jadi tempat wisata mainstream di Denpasar sehingga banyak sekali turis yang berkunjung ke sana. Tapi harus gue akui sunset di Pantai Kuta termasuk salah satu sunset terindah yang pernah gue saksikan.

Bersepeda keliling Ubud untuk melihat sawah 

Sewa sepeda di Ubud biayanya murah cuma 25 ribu seharian, jadilah gue dan Zee bersepeda untuk menuju sawah legendaris di Tegalalang. Kontur daerah Ubud yang berbukit-bukit membuat perjuangan naik sepeda begitu terasa. Rasa capek hilang setelah melihat sawah cantik ini.

img_3311
Sawah di Tegalalang

Memetik apel di kota Apel

Kalau ke Malang gue pengen pergi ke kota Batu untuk memetik apel di kebunnya langsung, pasalnya gue pecinta buah jadi ini sudah jadi wish list untuk direalisasikan. Meskipun hujan tapi semangat kami tak padam. Sama seperti kalau ke Padang makan nasi Padang yang benar-benar Padang padahal rumah makan Padang ada dimana-mana tapi rasanya tetap beda.

img_3009
Gragas metik buah jambu biji, hujan bukan halangan
img_3027
Pohon apel idaman, akhirnya gue memetik apel di kota Apel

Dapat Guesthouse Manja Di Ubud

Setelah dapet hotel serem dan diskriminasi sebelumnya, di Ubud gue dapet guesthouse manja. Karena terkesan dengan pelayanan guesthouse Pondok Frog Ubud ini membuat gue selalu teringat nama guesthouse yang lokasinya hanya sepelemparan kolor dari Monkey Forest. Pondok Frog ini hanya menyewakan 4 buah guesthouse sehingga pelayanannya sangat kekeluargaan.

img_3316
Pondok Frog Ubud yang homy and cozy

Kamarnya cukup luas, ranjang dan bantal empuk, kamar mandi bersih, sarapan diantar ke meja di teras dengan menu yang lengkap terdiri dari nasi goreng, omelet, pancake, buah-buahan potong dan teh panas, selain itu kami bisa memasak di dapur terbuka yang terletak di luar guesthouse dan mencuci baju di mesin cuci yang disediakan di halaman. Pak Nyoman pemilik guesthouse sangat ramah kepada tamu, beliau tidak keberatan menurunkan lukisan besar di kamar saat gue minta lukisan itu untuk diturunkan karena gue tidak nyaman melihat lukisan tersebut.

Save the best for the last

Perjalanan lewat darat sungguh berat makanya gue pengen memanjakan diri pulangnya dengan naik pesawat Garuda dari Jakarta ke Palembang yang alhamdulillah lagi promo, beruntung banget gue dapet harga murah pas peak season liburan natal dan tahun baru. Selain itu gue punya kartu kredit yang kerjasama dengan lounge, hanya dikenakan Rp. 1 jika masuk ke dalam lounge. Kesempatan ini gue pake dengan makan, baca buku, makan lagi, istirahat, begitu terus sampai waktu flight datang.

“Backpacker bukan berarti kesusahan selama traveling tapi cerdas memanfaatkan peluang untuk traveling hemat tapi tetap nikmat”

Happy Traveling 😀

 

87 comments

  1. Gili apa Mbak dan Bule itu, nggak-nggak aja lagi mereka berada di mana. Emang gak ada yang keingetan menyiram mereka dengan air, seperti kucing yang kawin di pojokan dapur kan biasanya disiram oleh nenek saya hehehe

    Disukai oleh 1 orang

  2. Pas di bali sih aku cuma ke kuta, tanjung benoa sama jimbaran aja, tp di nusa penida yg seru.. Bali emang asik bgt ya suasananya bikin ga pengen pulang, tp kelamaan dsana tar dompet jebol 😅😅

    Disukai oleh 1 orang

  3. Kalau ke Bali naik bis, kemungkinan lewat kota asalku, Situbondo. Kecuali kalau rutenya ke Banyuwangi lewat Jember. Kamu ga mampir Baluran sekalian, mumpung ada di sekitar Banyuwangi. Traveling membuat mengerti karakter sebenarnya seseorang itu bener banget. Sampai saat ini, aku sama suami kalo lagi traveling selalu ada aja ga damainya. Rewelnya di aku sih sebenarnya haha. Rewel soal makanan dan kalau ngantuk langsung jadi Cranky. Pecel beringharjo itu favoritku! Kalau ke Jogja pastii mampir ke sana.

    Disukai oleh 2 orang

  4. waktu itu musim hujan mbak, sebenarnya pengen ke Baluran sama Bromo tp karena hujan terus jd dibatalin, temen akrabku itu anaknya alim banget jadi datang ke Bali kayaknya kurang pas sepertinya Lombok atau Aceh lebih cocok

    Suka

  5. iya org suka pikir klo backpacking itu ngegembel padahal enggak kalo tau caranya, serem mas tuh hotel tahu sendiri kan di malang msh banyak bangunan2 tua bekas Belanda atau rumah2 tua dr jaman dulu

    Suka

  6. bukan destinasinya mas tp dengan siapa mas bersama saat melihat berbagai keindahan di bumi, kadang aku sedih lho cm nikmatin sendiri pengen ajak keluarga atau pasangan biar dinikmati bareng klo bisa dibungkus kayak makanan hehehe

    Suka

  7. sharing yang bagus, bisa jadi jalur alternatif.
    traveling yang dicari bukan hanya pengalaman yang enak-enak saja, namun semua pelajaran di balik itu. entah menyenangkan atau tidak.
    itulah traveller sejati:)

    Terima kasih dan salam kenal Mbak.

    Disukai oleh 1 orang

  8. Setuju banget sama yang ini:

    ““Sahabat akrabmu atau sobat terbaikmu belum tentu cocok untuk jadi teman traveling, kualitas persahabatan juga tidak ditentukan oleh lamanya waktu”

    Apalagi yang ini:

    “Benarlah kiranya jika traveling mampu membuka cangkang dan kulit kami sedalam-dalamnya sehingga kami mampu melihat diri kami dalam wujud seasli-aslinya. Gabungan rasa capek, lelah, ego dan suasana hati membuat masing-masing dari kami sensitif dan terpancing emosi”

    udah, gitu aja! :))

    Dalem soalnya, mbak.

    Disukai oleh 1 orang

  9. AAAA sebagai seseorang yg pernah lama tinggal di Bali jadi kangen Bali, mbak ❤ Kangen naik Sarbagitanya hehe. Semua pahit2nya mbak selama di Bali udah kurasain, termasuk transportasi darat Malang-Bali dan sebaliknya. Btw… Kayaknya jalan rusaknya yg ada di perkampungan aja deh mbak yg baru keluar dr pelabuhan Gilimanuk, sisanya kan OK.

    Itu kue putu segede2 gaban harganya cuma gopek sebiji??? Murah bgt 😭😭😭

    Disukai oleh 1 orang

  10. iya nggak tau ya tahun 2014 mbak backpacker ke Bali jalan rayanya kebanyakan jelek, mungkin sekarang udah bagus ya, iya murah mah klo makanan di jogja makanya kangen terus pengen balik ke jogja

    Suka

  11. Semakin lama waktu dan banyak tantangan yang dihadapi selama perjalanan, dari situ kerap terlihat karakter asli dari kita dan teman perjalanan kita 🙂

    Saya termasuk menyukai perjalanan lewat darat dan estafet. Jarak tempuh memang jauh dan lama, tapi akan lebih banyak warna perjalanannya. Oh iya, saya kalau dari Malang mau ke Bali, misalnya, saya lebih memilih naik kereta api Tawang Alun dulu ke Banyuwangi. Nyampe Banyuwangi malam, lanjut nyebrang ke Gilimanuk. Di Gilimanuk, nunggu jam 2-3 dinihari buat naik bus kecil tujuan Denpasar/Padang Bai, hehehe.

    Tapi seru Mbak, sumpah, perjalanan darat itu sebenarnya nagih! 😀

    Suka

  12. buseeeet keren ya cerita si cewek indonesia yang sange sama bule terus main di atas kapal :))
    btw, mereka mungkin mau bikin awkarin kali mbak? :))

    Suka

  13. Buset naik daraaaat.. Hahah.. Aku naik kereta dari Jakarta – Jogja aja berasa gak sanggup, Mbak. Huhuhu.. Encok ku :’

    Tapi perjuanganmu aku salut, Mbak. Jadi inget aku liburan jugak ke Sabang sama temen temen, hampir aja gak mau temenan lagi. Wkwkwk 😛

    Suka

  14. komplit bangat dech cerita mu. jadi orang nga melulu lihat enaknya doang pas jalan2 yach. hehehehe.. bagian belanja di krisna buat ketawa hehehe, saking banyaknya barang yang lucu2 disana rasanya pengen beli semua yach.

    Suka

  15. iya jalan2 itu cerita behind the scene nya banyak, kalap belanja di Krisna byk barang lucu dan murah pengen diborong semua alasannya nggak tau kapan lagi bisa ke Bali jd mumpung lg di sini belanja dulu nangis belakangan

    Disukai oleh 1 orang

  16. Aku belum pernah ke Bali mbak :’ fyuuuh.

    Tapi btw, emang yang enak dari traveling gitu itu perjalanannya kok hehehe. Aku sebagai manusia geblek tingkat akhir, lebih suka perjalanan ketimbang menetap gitu. Pernah aku naik motor dari Jogja ke Purwokerto sehari doang. Jadi pas di jalan gitu lima jam. Sampai purwokerto cuma limabelas menit, habis itu balik lagi lima jam lagi.

    Ya, aku geblek sih, mbak wkwk

    Disukai oleh 1 orang

  17. Kayaknya lebih berasa jala-jalannya mbak pink, walaupun ada cerita pahit. balikan tempat wisata yang sudah melalang buana jadi wajar aja banyak peminatnya. travelling yang keren. lanjutkan mbak pink

    Suka

  18. Hello mbak, salam kenal, saya Dewi, suka banget baca blogmu…mengalir banget,
    Aku nge klik postingan yang ini karena baru juga dari Bali bulan Januari kemaren. Bali menurutku daerah wisata yang sangat mahal, kalau mau cari makanan yang sesuai harga kantong harus ubek2 tripadvisor dulu…nggak kayak kalau kt jalan ke Penang sama Thailand ya..makanan murah dimana-mana…..
    Trus yang bagian diskriminatif itu loh, gemes banget, aku juga sering digituin pas lagi jalan di Danau Toba..ya orang kita masih banyak yang buleminded 😀 Service ke bule lebih wah dari kita yang orang sebangsanya..dikirain semua bule banyak uangnya…:D
    Yang bikin aku geli yang mesum dipublik itu loh 😀 ha ha ha….kalau aku aku plototin itu mereka…ha ha ha..biar maluuu

    Disukai oleh 1 orang

  19. 😀 udah ada yang nanya sebelumnya..aku masih kontak provider Na, karena aku udah ubeg2 kemaren, blm bisa ..akhirnya si mbak itu bisa follow dari wordpress.com/following..:) Please cobain deh Na, kalau belum bisa , ntar aku kontak kamu kalau sudah dpt jawabannya ya 🙂 thanks looh

    Suka

  20. Kalau sudah masuk dalam kota Denpasar dan Ubud sekitar Monkey Forest memang macet cet banget… makanya disarankan bawa roda dua sendiri. Tapi kalau di Bali Utara dan Bali Timur masih lengang kok, lain kali kalau ke Bali ke daerah sekitar sana saja, lebih tenang, hehe. Harga di Sukawati memang lebih murah namun mesti pintar menawar dan kalau bukan orang Bali (yang ketahuan dari bisa atau tidaknya berbahasa Bali) biasanya tetap diberi harga tinggi (pengalaman soalnya). Justru kalau bagi saya mending belanja di Krisna ketimbang di Sukawati, lebih tenang, hehe.

    Disukai oleh 1 orang

  21. iya repotnya belanja di sukawati musti tawar2 an klo nggak jago nawar ya jatuhnya mahal juga, tp sensasi nawar itu beda berasa udah dpt yg murah sampe ketemu temen yg berhasil nawar lebih murah nah disitu berasa sedih hahaha

    Suka

  22. Saya malah merinding baca di poin Persahabatan nyaris bubar, karena disitulah pernah aku rasakan pas ke sepeda motoran sampai tulunganggung,

    Untung saya bisa sabar dan mengalah. karena nampak sifat egoisnya keluar.

    memang cari teman untuk traveling itu susah2 gampang :D.

    Salam mbak,

    Disukai oleh 1 orang

  23. Jadi teringat saat motoran ke tulungagung, sempat emosi namun aku tahan, saat teman sifat egoisnya muncul karena perbedaan pendapat, yang akhirnya aku sering mengalah.

    Disukai oleh 1 orang

  24. Paling enak kalau ada promo tiket pesawat QZ yg free seat, trus sewa mobil (ada yg 150 ribu/hari),hotel di sana jg murah, contoh Horison Nusa Dua 300 an,dg kualitas sama hotel 500 ribuan di Bandung/Jakarta. Kalau hotel yg nyempil lbh murah lagi. Banyak saingan mungkin. Ubud memang unik ya, pernah lihat babi pink sebesar anak sapi dituntun jalan sama pemiliknya?.Bali suasananya lain, agak mistis saya rasa. Ttg persahabatan, paling rentan pas saat susah, disitu kelihatan karakter masing-masing.😀

    Suka

  25. Benar banget yang bikin kesel di Bali tuh diskriminasi terhadap turis lokal, saya waktu itu nginep di gang popies line 2, di salah satu losmen dan sarapan harus ngambil sendiri 😁 males dah. Tapi bikin kangen juga dan yg gak terlupakan itu ya pas duduk seharian penuh bikin tepar 😁

    Suka

  26. Benar banget yang bikin kesel di Bali tuh diskriminasi terhadap turis lokal, saya waktu itu nginep di gang popies line 2, di salah satu losmen dan sarapan harus ngambil sendiri 😁 males dah. Tapi bikin kangen juga dan yg gak terlupakan itu ya pas duduk seharian penuh bikin tepar 😁

    Suka

Tinggalkan komentar